Minggu, 03 Maret 2013

Bagaimana Mengapresiasi Kimcil Selayaknya Sebuah Mahakarya



Kimcilku, kimcilmu, kimcil kita bersama

Saya sedang menikmati secangkir gelas dawet Banjarnegara ukuran sedang, dan berencana untuk segera bergegas pulang ke rumah; setelah –katakanlah 1 atau 2 tegukan terakhir yang kemudian dilanjut dengan menghabiskan sebatang Gudang Garam. Tapi seketika rancangan agenda singkat saya tadi berubah, setelah kedatangan 2 orang remaja putri  yang mengenakan seragam SMA/SMK (saya lupa, tak begitu mengingat detail badge yang menempel di lengan kanan seragamnya. Setiap kali saya melihat yang seperti ini, fokus saya — entah kenapa—  langsung tertuju ke bagian saku OSIS-nya. Hanya ingin memastikan bordir jahitan saku OSIS-nya rapi; itu saja.)

Percakapan di antara keduanya mau tidak mau bertanggung jawab atas kembungnya perut saya, karena untuk kali kedua dalam 30 menit memesan secangkir gelas dawet lagi. Sungkan rasanya, jika hanya duduk-duduk-sambil-nguping-pembicaraan-dua-anak-(entah masih/tidak) gadis di warung es dawet hanya sambil ditemani rokok saja. Tapi sungguh, pesanan dawet saya yang ke dua ini serasa hambar dan mubadzir, karena fokus saya bukan bagaimana untuk menghabiskan dawetnya, tapi ke bagaimana isi pembicaraan dua remaja yang tadi baru saja.

Asu og, wedhoke kae soyo suwe soyo menthel. Dijarne malah soyo ndadi, ket mau tak mat-matne wonge caper terus karo Bagong (nama disamarkan) neng kelas.”

Translate:

“Anjing memang, itu cewe makin lama makin ganjen. Dibiarin malah makin jadi, dari tadi gue perhatiin dia caper mulu sama si Bagong di kelas.”

Bagi saya yang orang Jawa, mendengarkan seorang wanita —apalagi masih duduk di bangku SMA— mengucapkan umpatan ‘Asu’ di tengah kerumunan orang yang sedang makan/minum adalah sebuah hal yang luar biasa. Naif rasanya kalo saya bilang saya jarang misuh/mengumpat, tapi ada semacam perasaan aneh setengah miris; ketika mendapati wanita berkelakuan demikian.

Saya agak malas menuliskan transkrip pembicaraan kedua gadis remaja tadi. Karena selain saya bukan penyidik KPK —yang gemar mencatat ulang transkrip pembicaraan pelaku korupsi di telepon— kurang etis rasanya untuk mencatatkan beberapa anggota tubuh, jenis hewan, dan jenis pekerjaan disebut di sini (Ex: kontol, asu, lonthe.)

Saya tipikal orang yang gemar menilai seseorang, hanya dari penampilan dan attitude. Masa bodoh dengan mereka yang bilang ‘penampilan itu ga penting’, buat saya, hal itu menjadi penting; karena — saat pertama kali bertemu — biasanya orang lain menilai seseorang melalui penampilan. Dan dua remaja tadi, berdasarkan penampilan —dan juga attitude — saya kategorikan sebagai:

KIMCIL

berani perih itu baik

Bagi yang baru pertama kali mendengar kata ‘kimcil’, mungkin akan terdengar seperti rumah makan serba Korea, nama personel boyband Korea, atau semacamnya; tapi percayalah, makna sebenarnya jauh dari persepsi kalian itu.

Kimcil merupakan akronim dari ‘Kimpet Cilik’, Kimpet adalah bahasa Jawa slang yang merupakan pelafalan (sedikit lebih) halus dari Tempik: organ tubuh vital perempuan. Cilik sendiri bisa diartikan kecil, mungil, dsb.  Jadi secara harfiah, kimcil bisa dimaknai sebagai organ vital perempuan yang masih berukuran kecil, mungil dan menggemaskan; tapi secara pergaulan, dimaknai seenak jidat sebagai ‘remaja putri yang sedang dalam proses pencarian jati diri, dan seringkali menghalalkan segala cara untuk mencapai tangga keeksisan’

Tapi merujuk pada KBKI (Kamus Besar Kimcil Indonesia), maka kita harus bisa mengklasifikasikan kimcil ke dalam beberapa golongan lagi, di antaranya:

  1. Kimcil Amatir: Hanya mencapai puncak keeksisan di tingkat sekolah; itupun hanya di skala kelas 1,2,3. Secara dandanan, bisa dibilang mereka adalah ‘bencana visual’, sering mentabrak-tabrakakan warna pakaian yang ada di tumpukan teratas lemari pakainnya, tanpa memperhatikan komposisi keindahan & pantas-tidaknya ketika dipakai. Sering berada di sekitaran alun-alun, gigs musik htm 5 ribuan, sering salah kostum (ex: memakai legging bermotif macan dengan pakaian super besar, atau bahkan lebih tepat disebut mantol hujan), masih menganggap bahwa eksis di Facebook adalah hal yang keren, dan seringkali menempel stiker yang bertuliskan istilah-istilah Twitter di helm. Jangan sesekali melihat album foto Facebook-nya, jika anda masih peduli dengam kesehatan mata anda. Bagi mereka, memiliki/punya pacar yang naik Satria-X, adalah pencapaian tertinggi dalam hidupnya.
  1. Kimcil Regular: Berada di tengah-tengah peredaran keeksisan; terkenal tidak, tidak diketahui oleh banyak orang pun bukan. Di tengah-tengah. Mereka adalah versi upgrade dari kimcil amatir, dengan kapasitas otak yang sedikit lebih diperbesar. Rujukan fashion-nya pun tidak begitu parah, namun juga masih jauh dari kata ‘bagus’. Tongkrongannya tidak pasti; kadang di mall, kadang juga di warung es yang paling terkenal seantero kota. Komposisi nongkrongnya selalu sama; beli minum, ngobrol, sedot isi gelas sampe berbunyi ‘sroooo sroooot’, lalu nongkrong berjam-jam tanpa membeli suatu apapun lagi. Sudah mulai akrab di Twitter, tapi seringkali juga jadi ‘penyakit mata’ di timeline dengan menjadi RT Abuser.
  1. Kimcil Berkualitas (dedek-dedek lucu): Mereka adalah alasan segerombolan remaja putra mendatangi suatu tongkrongan, karena si dedek lucu update ‘duh, di starbucks/j.co sendirian aja nih’. Berada di puncak keeksisan, bahkan bisa sampai lintas usia, lintas kota, dan lintas provinsi. DP BBM-nya, diperkirakan sudah diunduh beberapa orang yang ngebet pengen ngobrol dengannya via bbm, namun chat-nya hanya dibiarkan dalam kondisi ‘D’ sampai Imam Mahdi tiba. Dalam urusan fashion, mereka jauh lebih maju selangkah dibandingkan dua kategori sebelumnya. Tak ayal, Sonia Eryka dan Anastasia Siantar sering mereka jadikan rujukan dalam berdandan. Di Twitter, mereka tahu benar bagaimana menerapkan strategi ‘caper’ dengan baik yang benar. Anak band setempat, tentu sudah paham benar bagaimana gelagat dia dalam keseharian; bahkan mungkin jika dia membentuk paguyuban mantan dalam satu band, sudah bisa menghasilkan beberapa album hits, mungkin. Naik mobil adalah sebuah harga mati, jadi jika kalian bermodalkan kemaluan dan motor matic, ada baiknya jauh-jauh dari mereka; sebelum jatuh hati terlalu jauh.
  1. Kimcil Frustasi: tidak bisa didefinisikan. Bisa menjadi 3 kategori tadi, atau bahkan tidak semuanya. Mereka punya dunia sendiri; yang hanya dia dan celana gemesnya yang tahu, bagaimana mereka berfikir dan bertindak. Tapi karena seringkali di luar perkiraan, perhatian yang mereka dapatkan seringkali salah alamat. Coba temui mereka setelah pulang sekolah, ajak kenalan, ajak jalan-jalan sambil liat kereta lewa; kemudian tembak; mereka akan selalu mengiyakan, atau bahkan mungkin mengajak kalian menikah di sana.
Saya tidak menyalahkan mereka, atas ketidakmampuan mereka menyadari bahwa perilaku ‘ke-kimcilan’ mereka seringkali mengundang tawa orang lain. Mereka hanya gadis usia belasan, yang perlu dipangku semberi diberi arahan yang benar.
Mungkin saat 10 atau 15 tahun mendatang, mereka akan menertawakan bagaimana mereka dulu mencari jati diri dengan merujuk pada standarisasi keren anak remaja seusia mereka. Bagaimanapun, hidup perlu fase di mana kita melakukan tindakan bodoh dan di luar akal sehat; agar tak melulu membosankan dan kekurangan asupan tawa di masa depan. 


Ada baiknya, kita mengingat kembali lirik lagi dari grup band Seurieus yang pernah heboh pada masanya:

Kimcil juga manusia, punya rasa punya hati. Jangan samakan dengan, pisau belatiiiiiiiiii~

6 komentar:

  1. Agaga,, manstap mas bro emang kayak gitu dunia kimcil

    BalasHapus
  2. walah... baru tau istilah istilah kayak gitu :v

    BalasHapus
  3. Wkwkwkwk...
    Ane cuman tahu KIMCIL itu yang bagian alat vital itu aja.

    Ternyata ada toh pengertian yang lainnya :D

    BalasHapus
  4. Aelah . Ora kabeh kimcil koyok ngunuh kuwi . Kimcil iku yoh onok seng apik .seng sopan. Tapi iku jenenge kimcil munafik ....

    Koyok aku

    BalasHapus