Jumat, 11 Mei 2012

Mereka.

Mereka yang pernah tersakiti,
Mereka yang berpikir berulang kali,
ketika mengucap janji.

Mereka yang pernah tersingkir,
Mereka yang pertama hadir,
di kala kalian mengecap getir

Mereka yang pernah terlupakan,
Mereka yang tak lagi berpangku tangan,
pada angan, dan juga kenangan.

Mereka yang pernah terkoyak,
Mereka yang memberi jarak,
pada ruang bernama isak.

Mereka yang pernah terluka,
Mereka yang menghapus duka,
dan memberangus angkara murka.

Kamis, 10 Mei 2012

Kenang-kenangan.


Saya tak pandai dalam menuliskannya, tapi selalu suka dengan yang namanya puisi. Saya ingat ketika SMP kelas 1, saat berkunjung ke rumah kerabat di Bandung, dan kemudian mendapati tumpukan majalah Horison. Saat itu, saya belum terlalu mengerti apa isi di dalam majalah tersebut. Namun yang pasti, sepulang dari Bandung, rasa penasaran saya semakin membukit. Teramat sangat. Kemudian, saya minta kepada Ayah untuk mencarikan majalah serupa. Dan semenjak itu, kecintaan saya [meskipun tak terlalu besar] kepada puisi pun mulai tumbuh.

Ada banyak penyair yang saya kagumi, diantaranya Cecep Syamsul Hari. Beberapa karyanya sering dimuat di Kompas, Horison, dan The Jakarta Post. Yang saya kagumi dari beliau adalah: seleranya yang terkadang liar dan cenderung ‘sakit’. Bisa dilihat di karya terjemahan dan suntingannya, antara lain: ‘Para Pemabuk dan Putri Duyung’  (1996: Pablo Neruda), Hikayat Kamboja (1996:  D.J Enright), dan Mamannoor: Umi Dachlan dan Abstraksi (2000). Puisi-puisinya juga pernah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Salah satunya dalam ‘Kenang-Kenangan’, yang diterjemahkan ke Heat Literary International oleh Harry Aveling, 1999, Australia dan Secret Words: Indonesian Poetry 1966 – 1998, 2001, Amerika Serikat,


Berikut, puisi dari beliau yang menjadi salah satu favorit saya:

Kenang-kenangan

Bagaimana harus kuucapkan pengakuan ini: Aku jatuh cinta
berulang kali pada matamu, danau dalam hutan di negeri ajaib
yang jauh menyelusup dalam ingatan itu. Berabad-abad
yang lalu, kuucapkan selamat tinggal pada apa pun
yang berbau dongeng, atau masa sulam. Tetapi cinta,
bukan sebotol coca-cola. Atau Film Disney:
di sana tokoh apa pun tak pernah mati. Juga bukan Rumi
yang menari. Sebab pada matamu bertemu semua musim,
sejarah dan sesuatu yang mengingatkan aku pada sautu hari
ketika waktu berhenti, dan kusapa engkau mesra sekali.

Kini, bahkan wajahmu samar kuingat kembali.
Haruskah kuucapkan pengakuan ini: Aku jatuh cinta
berulang kali pada matamu, danau dalam hutan di negeri
ajaib yang jauh menyelusup dalam ingatan itu. Tetapi cinta,
bukan sekedar popok kertas. Atau sayap sembilan puluh
sembilan burng Attar yang terbakar. Cinta, barangkali,
kegagapanku mengecup sepasang alismu.

1994, Cecep Syamsul Hari.

Jodoh ada di tangan tuh…kan, ditikung orang kan.

Biar dikira orang normal, tulisan pertama yang akan saya tulis di sini bertemakan cinta.
Yoi, cinta. Hal yang udah pasti dirasain sama semua orang di dunia. Sebenernya, definisi cinta itu sendiri luas. Berikut, definisi cinta yang udah saya kumpulin dari beberapa sumber:

suka sekali, sayang benar
       Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

“Segala sesuatu yang dirasa mampu membuat seseorang untuk melakukan hal di luar nalar.”
Mamahnya Bona

“Alasan pembenaran untuk setiap pria meneteskan air mata”
Bona

“Cinta itu buta. Buta itu cakil. Cakil itu helm. Jadi, cinta adalah helm”
Stiker hitam putih di gerobak mas-mas baso bakar Ngarsopuro

“Cinta? Le anake Uya Kuya kae dudu mas? (Cinta? Yang anaknya Uya Kuya bukan, mas?)”
Bang Kirno, pedangang angkringan komplek

Nah, terserah kalian mau memaknai cinta itu seperti apa. Yang jelas, cinta itu ga pernah ribet. Selalu sederhana. Dan terkadang, cenderung mudah untuk ‘hinggap’ di perasaan seseorang. Kalau ga percaya, coba tanya @aurelhermansyah deh.

Ngomongin cinta, tentu belum sah kalo kita belum ngomongin prosesnya. Biasanya sih, orang nyebutnya jatuh cinta. Jatuh cinta, kalo kata Titiek Puspa sih berjuta rasanya. Tapi kalo kata Efek Rumah Kaca, jatuh cinta itu biasa aja. Kalo saya sih, ngambil tengah-tengahnya aja. Ga terlalu istimewa banget, tapi ya ga terasa biasa juga. Menjadi ga terlalu istimewa, karena semua orang pasti pernah ngalamin. Ga terasa biasa, karena untuk jatuh cinta dengan sesuatu / seseorang, pasti butuh proses. Ya kalo boleh disebut, jatuh cinta itu hal biasa yang terkadang dirasa istimewa.


Ah, tenane Bon?
                                                         
Entah berapa kali saya jatuh cinta. Baik ke seseorang, maupun ke sesuatu. Dan dalam proses menuju itu (re: jatuh cinta), pasti selalu terasa menyenangkan. Gatau kenapa. Saya ambil contoh, katakanlah ketika saya jatuh cinta kepada seorang wanita. Pasti sebelum mendeklarasikan diri kalo saya ‘jatuh-cinta-kepada-dia’, saya pasti selalu mendekatkan diri dengan segala hal yang berkaitan dengan dia. Semisal dia adalah seorang pecinta buku, pasti saya akan mencoba mengetahui buku seperti apa  yang dia suka, seberapa besar pengaruh buku yang dia baca terhadap kepribadiannya, siapa penulis yang dia kagumi, dan seterusnya, dan seterusnya. Mau ga mau mencoba mendekatkan diri pada sesauatu yang baru, itulah yang menyenangkan.

Namun, tak selamanya proses jatuh cinta berlanjut ke jenjang yang lebih jauh. Ada yang berawal dari kata, lalu saling jatuh cinta, kemudian menjadi ‘kita’. Ada pula yang hanya bisa jatuh cinta, tanpa tahu, kemudian harus berbuat apa. Ya, seringkali saya mengalami opsi yang kedua. Dan itu tidak melulu menyenangkan.

Mengharapkan sesuatu yang lebih, setelah kita menaruh ‘rasa’ kepada seseorang memang wajar. Namun, ada baiknya juga kita perlu belajar, bahwa ada juga seseorang yang Tuhan kirimkan kepada kta, hanya untuk sekedar ‘dikagumi, kemudian dimiliki & dibawa pergi orang lain’. Yah, pahit memang. Terkadang, seseorang bisa menjadi sangat ahli ketika bergelut dengan perkara ‘mengagumi’. Namun, seketika ia juga bisa menjadi amatir, ketika berlanjut ke perkara ‘mengungkapkan’.

Ini cuma blog biasa, bukan video ESQ yang harus kalian ambil hikmahnya, dari setiap apa yang kalian lihat. Tapi ada baiknya setelah membaca tulisan saya ini, kalian menjadi lebih mempunyai nyali ketika sedang berada di proses jatuh cinta. Sulit memang. Namun, bukankah tak ada salahnya untuk selalu mencoba? :))

Theme song: Romeo & Juliet, Tong Gleng Teng Gleeeeeeng ~

Hai, hallo.


Entah, ini blog keberapa yang sudah saya buat karena ketidakkonistenan saya dalam bidang tulis-menulis. Mungkin, bukan perkara yang terlalu sulit bagi sebagian orang untuk menulis, namun untuk mengumpulkan niat & kekonsistenan, tidak semua orang mampu. Pun dengan saya.  Jadi, jangan terlalu berharap bahwa blog ini akan berumur panjang. Tapi insya allah, dengan segenap jiwa dan raga, saya akan terus berusaha ‘ora aras-arasen’ untuk menulis. Semoga.

Oh iya, boleh saya memperkenalkan diri?

Perkenalkan, nama saya Bryan Barcelona. Banyak orang yang mengira saya terlahir di kota Barcelona, Spanyol, padahal bukan. Saya adalah seorang anak, yang jadi korban fanatisme sepakbola orang tua. Yah, kalian bisa lihat sendiri lah nama belakang saya. Tapi saya sering bersyukur, tim sepakbola yang ayah saya sukai adalah Barcelona, sehingga nama saya jadi sedikit terdengar keren jika dilafalkan orang seseorang. Bisa kalian bayangkan, kalau saja orang tua saya adalah seorang supporter garis keras dari Persekapas Pasuruan. Mungkin, nama saya jadi Bryan Persekapas. Mungkin.

Dan itu sama sekali ga keren.

Kebanyakan teman, memanggil saya Bona. Entah, apa alasannya. Tapi yang pasti, kalau kalian berkenalan dengan saya, dan kemudian sudah menyiapkan kelakar “Hai Bona, Rong-Rongnya mana?”, percayalah, kalian bukan satu-satunya orang yang sudah mengatakan hal itu kepada saya.  Sumpah demi penguasa bumi dan surga, saya bosan mendengar kelakar seperti itu sejak SD. Jadi, mohon pengertiannya supaya jangan diulang. Terima kasih.

Karena belum menginjak kepala 2, maka dengan senang hati saya akan menyebutkan umur saya di sini. Ya, saya masih berumur 19 tahun. Saya adalah mahasiswa semester 4, jurusan ilmu komunikasi di Universitas Sebelas Maret, Solo. Saya pun tumbuh dan [akhirnya menjadi sedemikian] besar, di kota ini, Solo.  Saya bersyukur sekali, tinggal di kota ini. Tidak terlalu besar, jauh dari hingar bingar dan segala macam keruwetan khas metropolitan, orang-orangnya sangat sederhana dan benar-benar ramah [untuk poin ini, jika kalian tidak percaya, silahkan tanya kerabat yang pernah berkunjung ke kota ini. Pasti mereka mengiyakan pendapat saya. Serius], dan mungkin akan jadi hal yang saya rindukan ketika sudah hijrah ke kota lain, kelak: Segala macam harga kebutuhan masih amat terjangkau. Sebagai contoh, bisakah kalian mendapat seporsi nasi, dengan 2 gorengan, sate, es teh, dan rokok hanya dengan 5 ribu rupiah? Mungkin bisa, namun di beberapa kota, sudah teramat jarang, Selain itu, dari segi fasilitas & pembangunan fisik, kota ini juga cukup memadahi. Tidak kalah dengan kota-kota besar lainnya. Buat saya, Solo selalu bisa mengajarkan kesederhanaan dalam sebuah kemewahan. Lebih dari sekedar kota, [buat saya] Solo adalah sekolah kehidupan.

Ke depan, mungkin saya akan menulis apapun yang saya mau tulis. Dari perkara yang teramat penting, hingga perkara yang tidak lagi pantas disebut tidak penting, karena kadar ketidapentingan-nya sudah teramat besar. Yah, seperti kalimat yang baru saja kalian baca tadi.

Hmm, kurang nulis apa lagi ya?

Jangan sampai saya meracau, karena kehabisan bahan untuk menulis. Bisa-bisa, di sesi perkenalan ini, saya menuliskan ‘minuman favorit’ dan ‘makanan favorit’, layaknya data biografi anak SD, karena saking sudah tidak punya bahan lagi. Sekian.

Mengetahui,

Bryan Barcelona
NIP. 7927 6351 1173 84