Sabtu, 23 Februari 2013

Clash of the Cash



'tahun depan lu udah ga pake kaos itu kan?' - 'aaah bisa aja nih si cola'


Jika menilik 1 tahun ke belakang, Chelsea dan Manchester City adalah dua tim yang paling bertanggung jawab atas besarnya nominal kerugian para bandar judi bola. Bagaimana tidak, ketika para penikmat bola di manapun berada mengkerucutkan nama yang diprediksi bakal menjuarai UEFA Champions League (UCL) pada satu tim, yaitu Barcelona ― tiba-tiba Chelsea dengan gagahnya berhasil menumbangkan pasukan Catalan tersebut di semifinal. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ketika berada di final mereka berhasil membuat orang mau-tidak-mau-harus-percaya dengan jargon ‘bola itu bundar’, ketika berhasil membukukan kemenangan lewat titik penalti di Allianz Arena; markas Bayern Munchen, yang tidak lain adalah lawan tandingnya di final. Ya, menumbangkan klub yang dianggap sebagai tim terbaik dalam 1 dekade terakhir di semifinal, menumbangkan tuan rumah lewat titik putih setelah tertinggal terlebih dahulu, dan yang lebih mencengangkan lagi: mereka melakukannya di bawah asuhan pelatih yang baru menangani tim dalam hitungan bulan. Mungkin, perjalanan Chelsea di musim 2011/2012 adalah salah satu cerita paling dramatis yang bisa menjadi dongeng bagi anak-cucu fans mereka kelak. Mungkin.

Pun dengan City. 

Tak lagi menjadi kampiun di liga domestik selama 44 tahun, diduga menjadi penyebab kalahnya ratio kemunculan tagar #CTWD dibanding tagar #GGMU milik tetangga sekotanya. Iming-iming “bisa menyisipkan imbuhan ‘Gallagher’ di belakang nama supaya terdengar keren” bagi siapapun yang bersedia menghapal chant dan urutan pelatih tim dalam 1 dekade terakhir; nampaknya masih kurang untuk menjaring supporter City.  Persebaran pendukung mereka di berbagai penjuru belahan dunia pun tentu kalah dibanding Manchester United. Tapi nampaknya, itu bukan menjadi alasan untuk tidak menjuarai liga. Berhasil menduduki posisi puncak klasemen di detik-detik terakhir, (plus, tragedi El Thrashico yang membuat fans mereka gemar berteriak ‘SIX IN THE CITY, BABY!’ sampai hari ini) adalah pencapaian tertinggi pasukan arahan Mancini di musim 11/12. Mereka berhasil mematahkan dominasi rival sekotanya pada musim itu. Puasa gelar 44 tahun pun terhenti.

Tapi musim ini, jalan cerita kedua tim tadi sungguh berbeda. Chelsea, dengan tidak terhormatnya terlempar dari fase group UCL dengan status juara bertahan. Di Matteo pun harus merasakan bagaimana ke-Jahudi Ashkenazi-an Abramovich mendepak dia dari kursi kepelatihan. Sekalipun mengawali musim dengan amat sangat meyakinkan, tapi memasuki pekan ke-26, nampaknya mereka harus rela menempatkan diri sebagai penonton perburuan gelar intern, antara Manchester United – blunder lini belakang United karena 12 poin terasa terlalu banyak bagi saya dari peringkat ke-3.

City pun demikian. Ibarat anak usia 10 tahun yang kekenyangan, lantas kesulitan berjalan menuju masjid untuk shalat Tarawih karena terlalu banyak menghabiskan makanan saat berbukasetelah seharian penuh berpuasa; laju City di musim ini pun tidak jauh berbeda. Gelar juara liga dirasa masih terlalu ‘mengenyangkan’ City setelah puasa gelar selama 44 tahun.  Sebagai konsekuensi atas ‘kekenyangan’-nya, mereka terlempar dari fase group dengan predikat sebagai juru kunci; setelah ‘hanya mampu’ 3 kali seri dan 3 kalah. Beruntung, predikat barunya tak membuat mereka didatangi warga sekitar untuk dimintai wangsit.  Dan oh iya, dan jangan lupakan 12 poin itu.

Di luar semua faktor itu, tentu kedua laga ini tetap menarik untuk ditonton. Melihat bagaimana banyak orang menyematkan duel ini dengan label ‘El Ca$hico’ beberapa hari belakangan, tentu membuat tensi pertandingan ini  semakin meningkat.  Sayang, MNC TV tidak begitu membantu meningkatkan tensi laga hanya dengan menyematkan label ‘SUPER BIG MATCH’ di TVC-nya, seperti semua laga EPL yang mereka siarkan. 

City dan Chelsea sama-sama baru menjalani laga kandang, beberapa hari yang lalu. City berhasil menumbangkan Leeds 4-0 dalam lanjutan kompetisi FA Cup, sedangkan Chelsea harus menjamu Brentford, yang kemudian dilanjutkan dengan laga melawan Sparta Praha 4 hari setelahnya. Hanya bermain imbang 1-1, tapi hasil ini tetap membuat armada Rafael Benitez melaju ke babak 16 besar Europa League (EL).
Di atas kertas, City tentu memiliki stok pemain yang jauh lebih fit dibandingkan Chelsea. Tapi jangan lupa, ada beberapa pemain kunci yang diragukan tampil dari pihak City. Di antaranya: Vincent Kompany, Javi Garcia, dan Gareth Barry.  Sedangkan di kubu Chelsea, hampir semua pemain kunci mereka siap untuk bertanding. Hanya Torres yang masih diragukan tampil (entah ini keuntungan atau kekurangan), Demba Ba mungkin akan mengawali laga sebagai starter. Ivanovic, Luiz dan Cole juga kemarin sengaja disimpan oleh Benitez ketika menjamu Sparta Praha di Stamford Bridge.

City dan Chelsea hampir memiliki kesamaan dalam urusan formasi. Sama-sama gemar memakai 4-2-3-1 (meskipun praktiknya, City cenderung taktis ke 4-2-2-2, dengan duet Tevez – Dzeko/Aguero).  Jamya untuk sekedar mengingat, Chelsea pernah berhadapan dengan tim yang menggunakan formasi serupa —yaitu Newcastle— dan hasilnya mereka tumbang 3-2. Dan tentu kita semua tahu, bagaimana kedigdayaan Moussa Sissoko memporak-porandakan lini pertahanan Chelsea. Dan yang paut dicermati adalah: bagaimana Santon yang notabene bukan fullback dengan label ‘wow’, ikut naik ke depan dan berhasil membuat 2 assists. Belum lagi saat Reading berhasil menahan imbang Chelsea 2-2, 2 gol (dari hanya 5 shots yang mereka buat) semua berasal dari sektor kanan Chelsea. Ya, lini kanan Chelsea adalah salah satu ‘lubang yang menganga dengan ukuran paling besar’ di antara lubang-lubang  yang lain. 

City diprediksi bakal mengandalkan duet Tevez – Silva untuk memberikan suplai bola ke Aguero/Dzeko. Silva sendiri merupakan anggota kehormatan sayap kiri terbaik dunia, bergabung dengan Lenin dan Tan Malaka; bukan perkara sulit bagi dia untuk membuat linglung Ivanovic – Azpilicueta selayaknya duet Ishizaki – Urabe di timnas Jepang-nya Tsubasa. Sejauh ini, dia sudah berhasil membuat 5 assists, hanya kalah 2 angka dibanding Tevez. Sedangkan Tevez,  saya rasa lebih cocok ketika diduetkan dengan Aguero. Memang, Dzeko sudah membuat 12 gol, unggul dibandingkan  rataan gol Aguero dan Tevez (9 & 7), tapi Tevez dan Aguero adalah striker yang memiliki tipikal hampir serupa. Gemar berlama-lama membawa bola dan memberikan tekanan ke depan, sembari memberikan ruang kepada pemain lain untuk mencetak gol. Hal ini mutlak diperlukan, karena ketika dua tim yang memiliki formasi serupa bertemu, tipikal pemain seperti ini yang diharapkan mampu membuka ruang bagi rekan-rekan timnya. Bukan tidak mungkin, gol City akan datang dari lini tengah.

Dari 38 laga kandang terakhir City, mereka 37 kali tidak terkalahkan. Namun bukan berarti mereka akan melakoni laga kali ini dengan mudah. Perlu diketahui, Chelsea masih punya seorang Frank Lampard. Melihat bagaimana Lampard menduduki posisi pencetak gol terbanyak Chelsea dengan 11 gol, unggul dibanding Mata dan —yang sudah kita ketahui bersama— Torres,  adalah sebuah keasyikan tersendiri. Dia yang digadang-gadang bakal didepak oleh skuad pada musim depan, seakan terus membuktikan bahwa melepas —bahkan baru merencanakan— adalah sebuah keputusan yang mungkin akan mereka sesali.  Saya lebih menikmati pertandingan ketika Ramires diduetkan dengan Lampard, dibandingkan duet Ramires – Mikel ada di depan lini pertahanan Chelsea. Dia patut diberi porsi lebih pada laga kali ini.
 
Baiklah. Jadi  menurut anda, tagar #CTWD atau #KTBFFH yang harus saya mute setelah laga?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar