Kamis, 28 Februari 2013

Sebuah Anomali Bernama ‘Naples’


Salah satu bentuk kuasa Tuhan bagi umatnya, 13 tahun lalu

30 September 2000: Lini belakang Napoli terlihat panik, ada —hitunglah tiga atau empat—  pemain yang mengerubungi pemain bernomor punggung 10, kemudian salah satu dari mereka berhasil merebut bola; dibuangnya secara ’ngasal’ ke depan. Namun sial, seorang jenius bernomor punggung 21 berhasil membaca arah datangnya bola, tak sampai detik ke lima setelah dia memegang bola, sebuah umpan ciamik mendarat di kaki rekannya —pemilik nomor punggung 10 tadi— yang berada di sisi kiri; dan ‘JEGEEEER!’ sebuah tendangan ke arah pojok kanan gawang. Goal, dan kemudian seantero San Paolo pun terdiam.

13 tahun adalah sebuah rentang waktu yang cukup lama; lebih-lebih jika berbicara soal rekor kemenangan terakhir sebuah klub besar, ketika bertandang ke kandang klub yang prestasi dan raihan pialanya tak sebanyak mereka. Ya, saya berbicara tentang rekor pertemuan Juventus dengan Napoli, dua tim Italia yang saat ini berada di peringkat teratas liga Serie-A.

Terakhir kali Juventus membukukan kemenangan saat melawat ke San Paolo —kandang Napoli— adalah pada saat Serie-A memasuki periode 2000/2001. Saat itu, Juventus ala Carlo Ancelotti dan Napoli rasa Zeman — beserta pola Zemanlandia-nya yang terkenal itu — memberi kesempatan kepada saya untuk menikmati perpaduan dua orang seniman sepakbola; meninggalkan ‘tutorial-bagaimana-bermain-bola-dengan-baik’ kepada generasi penerusnya untuk 10-20 tahun ke depan. Saya yakin, apapun klub sepakbola yang kalian jadikan sebagai agama kedua, sulit rasanya untuk tidak mengagumi mahakarya Del Piero dan Zidane dalam satu tim.

Tapi —karena kita tidak sedang membahas Revolusi Prancis/Gerakan Non-Blok/Liverpool— tentu saja tidak panjang lebar berbicara tentang sejarah. 13 tahun juga merupakan rentang waktu yang lama, ketika berbicara soal kemampuan tim mengembangkan aspek-aspek yang ada di dalamnya; entah pembinaan akademi; finansial; maupun raihan gelar. Dan Napoli adalah salah satu tim Italia yang berhasil memanfaatkan rentang waktu tersebut dengan baik dan benar.

Kedua tim kini berada di garda terdepan perburuan titel Scudetto. Hingga pekan ke-26, Juventus punya selisih 6 poin lebih banyak dibandingkan Napoli. Mengingat Napoli dalam dua laga terakhir membuang kesempatan emasnya untuk memangkas selisih poin dengan Juventus, tentu saja kesempatan emas di kandang sendiri ini tidak ingin mereka sia-siakan. Lebih-lebih, rekor mereka ketika menjamu Juventus di kandang tergolong apik.

Its’s a 3-5-2 show!

Entah kenapa, saya selalu melihat adanya kecenderungan ‘munculnya-duel-lini-tengah-yang-menarik’ ketika dua tim menerapkan skema permainan yang sama. Pun dengan Napoli dan Juventus; mereka hampir selalu menyisakan 3 centreback di lini pertahanan, 2 wingback yang mengapit 3 midfielder di tengah, dan kemudian 2 striker di depan.
Prakiraan Formasi:

Napoli - De Sanctis; Campagnaro, Cannavaro, Britos; Maggio, Behrami, Inler, Zuniga; Hamsik; Cavani, Pandev

Juventus - Buffon; Barzagli, Bonucci, Chiellini; Lichtsteiner, Vidal, Pirlo, Marchisio, Asamoah; Giovinco, Vucinic

Meskipun pada praktiknya, Napoli taktis menggunakan skema 3-4-1-2 dengan menempatkan Hamsik sebagai attacking midfielder, Pandev sebagai seconda punta dan tentu saja Cavani sebagai prima punta, namun secara garis besar Mazzari menempatkan pemainnya hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh Conte.

Sektor kiri, menjadi titik lemah Juventus dalam 3 bulan belakangan. Bagaimana tidak, kehilangan Chiellini (cidera), Asamoah (AFCON)  dan — beberapa kali — Marchisio dalam satu kesempatan, ibarat JKT-48 tanpa Melody, Nabillah dan Kinal ketika Team-J tampil di theatre: pertunjukan tetap berlanjut, namun tetap ada sebuah kehilangan besar yang mengganjal bagi para penikmatnya.  Bahkan, Conte sampai mendatangkan Peluso dari Atalanta untuk mem-backup sektor kiri Juventus yang —sebelum mercato— ‘hanya’ di-backup oleh De Ceglie, Giaccherini dan Caceres. Namun menjelang pergantian bulan, mereka semua telah kembali ada di lapangan. Sebuah ‘kado kecil indah’, bagi fans Juventus yang akan mengawali paginya di awal Maret dengan ‘#MarchWish’ atau “March, please be nice to me.

Yang menarik adalah, titik lemah kedua tim merupakan keunggulan masing-masing tim. Juve begitu tidak berdaya, ketika jumpa tim yang sangat kuat dalam skema counter attack; sedangkan Napoli, adalah ahlinya. Lihat bagaimana Napoli mencetak 2 gol di Beijing —saat final Super Coppa Italia — misalnya, atau yang masih hangat, coba saksikan bagaimana ketika Sampdoria menundukkan Juventus di Turin.

Sedangkan Napoli, juga bukan tim yang tampil tanpa celah. Lini belakang mereka sering terlalu baik hati untuk menghibahkan beberapa ruang kosong di depan kotak penalti, untuk kemudian mempersilakan lawan dengan bebasnya melakukan tendangan kencang yang berbuah gol di gawang De Sanctis. Ini menjadi bahaya, mengingat Juventus punya Marchisio, Vidal, dan Paul Pogba. Khusus nama terakhir, harap diperhatikan; remaja berusia 19 tahun ini sudah mengemas 5 gol di musim perdananya (menyamai rekor sang legenda, Alessandro Del Piero, di awal kedatangannya dari Padova) dan 4 di antaranya dihasilkan dari luar kotak penalti. Mungkin sebelum hengkang dari United, ia memanfaatkan fasilitas gratis belajar tendangan gledek dari Scholes di sesi latihan, untuk kemudian datang ke Turin dengan disambut sesi latihan tendangan gledek part II bersama pelatih khusus —yang juga mantan pemain Juventus— Edgar Davids.

Pun dengan Pirlo, yang sejauh ini jadi dirijen permainan Juventus. Bagaimana tidak, sejauh ini dia yang bertanggung jawab atas statistik ini: 86% pass success, 60 long passes/game, total passes/game yang mencapai 549 kali. ‘Matikan Pirlo, maka kemungkinan kamu akan mematikan Juve’ mungkin sudah menjadi rahasia umum bagi semua pelatih Serie-A ketika menghadapi Juventus. Jika mengingat usianya yang jauh dari status ‘muda’ —dan masih tampil menawan—, rasa-rasanya kini saya tahu, alasan kenapa Amy Qanita menyaksikan pertandingan liga Serie-A akhir-akhiri ini.

Tapi hendaknya kita semua tidak lupa, bahwa Napoli selalu mempunyai motivasi tersendiri ketika berhadapan dengan Juventus. Seringkali dicap sebagai tim yang ‘anti-Juve’, musim ini Napoli menyodorkan dua nama yang mau-tidak-mau-harus-diwaspadai, apabila Juventus tidak ingin kedua nama ini menjadi momok mereka di Naples: Cavani dan Pandev.

Cavani sejauh ini sudah mengemas 18 gol, dan tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah seiring berjalannnya giornata Serie-A. Dia adalah bentuk perwujudan sempurna dari definisi Prima Punta, yang menjadi pencarian tak berujung Juventus selama beberapa musim belakangan. Penempatan posisi dan skill-mencetak-gol-dari-segala-panca-indera, adalah salah satu alasan kenapa Napoli bisa konstan berada di peringkat atas kompetisi Serie-A.

Lain halnya dengan Goran Pandev —yang baru mengemas 3 gol sejauh ini—. Pandev, seringkali kalah bersaing untuk masuk starting line up dengan pemain belia Lorenzo Insigne —yang sudah mengemas 5 gol—. Namun ketika berhadapan dengan Juventus, seakan dia menemukan jati dirinya sebagai seorang striker yang hakiki; dia amat sangat sering menjebol gawang Buffon. Bersama Diego Milito dan Julio Cruz, mungkin Pandev adalah salah satu striker yang pada saat duduk di bangku sekolah dasar, sering mencantumkan ‘menjebol gawang Juventus’ di kolom cita-cita dan hobi; berdampingan dengan kolom makanan & minuman favorit di lembar kumpulan biodata teman sekelasnya dulu. Bisa jadi.

Tentu, dengan mengandalkan dua faktor di atas, Napoli berharap lebih untuk bisa memetik poin dan memangkas selisih dengan Juventus. Supporter di Naples pun mungkin sudah meletakkan beberapa ‘persembahan’ unruk penunggu San Paulo di beberapa titik stadion, agar daya magisnya muncul kembali seperti biasa; seperti ketika menjamu Juventus. Kehilangan poin dan menambah selisih angka dengan Juve, akan semakin mendekatkan mereka dengan kemungkinan tanpa gelar musim ini.

Sebelum anda meng-close laman ini, ada baiknya kita menyimak komentar sang legenda hidup Napoli, Diego Maradona, ketika dimintai pendapat soal duel di Naples nanti:

“…….why should we gift them the Scudetto? Napoli has to be there. Juventus isn't better than Napoli. It's only more practical. We can't give in. We know that away from home, Juventus is not the same as they are in Turin. The Scudetto race is open."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar