'tahun depan lu udah ga pake kaos itu kan?' - 'aaah bisa aja nih si cola' |
Jika menilik 1 tahun ke
belakang, Chelsea dan Manchester City adalah dua tim yang paling bertanggung
jawab atas besarnya nominal kerugian para bandar judi bola. Bagaimana tidak,
ketika para penikmat bola di manapun berada mengkerucutkan nama yang diprediksi
bakal menjuarai UEFA Champions League (UCL) pada satu tim, ― yaitu Barcelona ― tiba-tiba Chelsea dengan gagahnya
berhasil menumbangkan pasukan Catalan tersebut di semifinal. Dan yang lebih
mengejutkan lagi, ketika berada di final mereka berhasil membuat orang mau-tidak-mau-harus-percaya
dengan jargon ‘bola itu bundar’,
ketika berhasil membukukan kemenangan lewat titik penalti di Allianz Arena;
markas Bayern Munchen, yang tidak lain adalah lawan tandingnya di final. Ya, menumbangkan
klub yang dianggap sebagai tim terbaik dalam 1 dekade terakhir di semifinal,
menumbangkan tuan rumah lewat titik putih setelah tertinggal terlebih dahulu,
dan yang lebih mencengangkan lagi: mereka melakukannya di bawah asuhan pelatih
yang baru menangani tim dalam hitungan bulan. Mungkin, perjalanan Chelsea di musim
2011/2012 adalah salah satu cerita paling dramatis yang bisa menjadi dongeng
bagi anak-cucu fans mereka kelak. Mungkin.
Pun dengan City.
Tak lagi menjadi kampiun di liga domestik selama 44 tahun, diduga
menjadi penyebab kalahnya ratio kemunculan tagar #CTWD dibanding tagar #GGMU
milik tetangga sekotanya. Iming-iming “bisa menyisipkan imbuhan ‘Gallagher’ di
belakang nama supaya terdengar keren” bagi siapapun yang bersedia menghapal
chant dan urutan pelatih tim dalam 1 dekade terakhir; nampaknya masih kurang
untuk menjaring supporter City. Persebaran
pendukung mereka di berbagai penjuru belahan dunia pun tentu kalah dibanding Manchester
United. Tapi nampaknya, itu bukan menjadi alasan untuk tidak menjuarai liga.
Berhasil menduduki posisi puncak klasemen di detik-detik terakhir, (plus, tragedi
El
Thrashico yang membuat fans mereka gemar berteriak ‘SIX IN THE CITY, BABY!’ sampai hari ini) adalah pencapaian
tertinggi pasukan arahan Mancini di musim 11/12. Mereka berhasil mematahkan
dominasi rival sekotanya pada musim itu. Puasa gelar 44 tahun pun terhenti.
Tapi musim ini, jalan
cerita kedua tim tadi sungguh berbeda. Chelsea, dengan tidak terhormatnya
terlempar dari fase group UCL dengan status juara bertahan. Di Matteo pun harus
merasakan bagaimana ke-Jahudi Ashkenazi-an
Abramovich mendepak dia dari kursi kepelatihan. Sekalipun mengawali musim
dengan amat sangat meyakinkan, tapi memasuki pekan ke-26, nampaknya mereka
harus rela menempatkan diri sebagai penonton perburuan gelar intern, antara
Manchester United – blunder lini belakang United ― karena 12 poin terasa terlalu banyak
bagi saya ― dari
peringkat ke-3.
City pun demikian.
Ibarat anak usia 10 tahun yang kekenyangan, lantas kesulitan berjalan menuju
masjid untuk shalat Tarawih ―karena
terlalu banyak menghabiskan makanan saat berbuka― setelah seharian penuh berpuasa; laju
City di musim ini pun tidak jauh berbeda. Gelar juara liga dirasa masih terlalu
‘mengenyangkan’ City setelah puasa gelar selama 44 tahun. Sebagai konsekuensi atas ‘kekenyangan’-nya, mereka
terlempar dari fase group dengan predikat sebagai juru kunci; setelah ‘hanya mampu’
3 kali seri dan 3 kalah. Beruntung, predikat barunya tak membuat mereka
didatangi warga sekitar untuk dimintai wangsit. Dan oh iya, dan jangan lupakan 12 poin itu.
Di luar semua faktor itu,
tentu kedua laga ini tetap menarik untuk ditonton. Melihat bagaimana banyak
orang menyematkan duel ini dengan label ‘El
Ca$hico’ beberapa hari belakangan, tentu membuat tensi pertandingan ini semakin meningkat. Sayang, MNC TV tidak begitu membantu
meningkatkan tensi laga hanya dengan menyematkan label ‘SUPER BIG MATCH’ di TVC-nya, seperti semua laga EPL yang mereka
siarkan.
City dan Chelsea sama-sama
baru menjalani laga kandang, beberapa hari yang lalu. City berhasil
menumbangkan Leeds 4-0 dalam lanjutan kompetisi FA Cup, sedangkan Chelsea harus
menjamu Brentford, yang kemudian dilanjutkan dengan laga melawan Sparta Praha 4
hari setelahnya. Hanya bermain imbang 1-1, tapi hasil ini tetap membuat armada
Rafael Benitez melaju ke babak 16 besar Europa League (EL).
Di atas kertas, City
tentu memiliki stok pemain yang jauh lebih fit
dibandingkan Chelsea. Tapi jangan lupa, ada beberapa pemain kunci yang
diragukan tampil dari pihak City. Di antaranya: Vincent Kompany, Javi Garcia,
dan Gareth Barry. Sedangkan di kubu
Chelsea, hampir semua pemain kunci mereka siap untuk bertanding. Hanya Torres
yang masih diragukan tampil (entah ini keuntungan atau kekurangan), Demba Ba
mungkin akan mengawali laga sebagai starter. Ivanovic, Luiz dan Cole juga
kemarin sengaja disimpan oleh Benitez ketika menjamu Sparta Praha di Stamford
Bridge.
City dan Chelsea hampir
memiliki kesamaan dalam urusan formasi. Sama-sama gemar memakai 4-2-3-1
(meskipun praktiknya, City cenderung taktis ke 4-2-2-2, dengan duet Tevez –
Dzeko/Aguero). Jamya untuk sekedar
mengingat, Chelsea pernah berhadapan dengan tim yang menggunakan formasi serupa
—yaitu Newcastle— dan hasilnya mereka tumbang 3-2. Dan tentu kita semua tahu,
bagaimana kedigdayaan Moussa Sissoko memporak-porandakan lini pertahanan
Chelsea. Dan yang paut dicermati adalah: bagaimana Santon yang notabene bukan fullback dengan label ‘wow’, ikut naik ke depan dan berhasil
membuat 2 assists. Belum lagi saat
Reading berhasil menahan imbang Chelsea 2-2, 2 gol (dari hanya 5 shots yang mereka buat) semua berasal
dari sektor kanan Chelsea. Ya, lini kanan Chelsea adalah salah satu ‘lubang yang
menganga dengan ukuran paling besar’ di antara lubang-lubang yang lain.
City diprediksi bakal
mengandalkan duet Tevez – Silva untuk memberikan suplai bola ke Aguero/Dzeko.
Silva sendiri merupakan anggota kehormatan sayap kiri terbaik dunia, bergabung dengan
Lenin dan Tan Malaka; bukan perkara sulit bagi dia untuk membuat linglung Ivanovic
– Azpilicueta
selayaknya duet Ishizaki – Urabe di timnas Jepang-nya Tsubasa. Sejauh ini, dia
sudah berhasil membuat 5 assists, hanya kalah 2 angka dibanding Tevez. Sedangkan Tevez,
saya rasa lebih cocok ketika diduetkan
dengan Aguero. Memang, Dzeko sudah membuat 12 gol, unggul dibandingkan rataan gol Aguero dan Tevez (9 & 7), tapi
Tevez dan Aguero adalah striker yang memiliki tipikal hampir serupa. Gemar berlama-lama
membawa bola dan memberikan tekanan ke depan, sembari memberikan ruang kepada
pemain lain untuk mencetak gol. Hal ini mutlak diperlukan, karena ketika dua
tim yang memiliki formasi serupa bertemu, tipikal pemain seperti ini yang
diharapkan mampu membuka ruang bagi rekan-rekan timnya. Bukan tidak mungkin,
gol City akan datang dari lini tengah.
Dari 38 laga kandang terakhir City, mereka 37
kali tidak terkalahkan. Namun bukan berarti mereka akan melakoni laga kali ini
dengan mudah. Perlu diketahui, Chelsea masih punya seorang Frank Lampard.
Melihat bagaimana Lampard menduduki posisi pencetak gol terbanyak Chelsea dengan
11 gol, unggul dibanding Mata dan —yang sudah kita ketahui bersama— Torres, adalah sebuah keasyikan tersendiri. Dia yang
digadang-gadang bakal didepak oleh skuad pada musim depan, seakan terus
membuktikan bahwa melepas —bahkan baru merencanakan— adalah sebuah keputusan
yang mungkin akan mereka sesali. Saya
lebih menikmati pertandingan ketika Ramires diduetkan dengan Lampard,
dibandingkan duet Ramires – Mikel ada di depan lini pertahanan Chelsea. Dia
patut diberi porsi lebih pada laga kali ini.
Baiklah. Jadi menurut anda, tagar #CTWD atau #KTBFFH yang
harus saya mute setelah laga?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar