Gari wani po ra? |
Salah satu fase dalam hidup yang mendewasakan, adalah saat kehilangan. Baik kehilangan keluarga, kawan, kekasih bahkan gadget. Kenpa gadget saya sebut? Sebab, akhir-akhir ini saya rasa banyak yang lebih sedih kalau kehilangan gadget dibanding kehilangan kawan. Wong biaya yang harus dikeluarkan untuk menebus gadget-nya sendiri, bisa jauh lebih banyak dibanding total biaya yang pernah dikeluarkan untuk mentraktir teman selama empunya gadget hidup. Ndak heran.
Lain lagi dengan kehilangan kekasih. Kehilangan kekasih yang saya maksud di sini, tentu bukan ‘kehilangan’ berdasarkan arti leksikal lho ya. Bukan ‘kehilangan’ macam: sedang makan berdua, kemudian dia pamit pergi ke toilet dan mak jegagik hilang begitu saja—karena diculik Mas-Mas berjaket kulit yang naik mobil Espass seperti adegan ftv di siang hari. Bukan yang seperti itu. Yang saya maksut ‘kehilangan’ di sini, tentu saja ihwal perpisahan. Baik terpisah secara baik-baik—yang sudah pasti tidak mungkin ada—atau pisah secara terpaksa, karena campur tangan oknum-oknum yang tidak diinginkan.
Musabab perpisahan yang terakhir, tentu tidak menghasilkan suasana yang baik-baik saja. Sumpah serapah, ancaman, doa-doa buruk, hingga pelbagai tindakan tidak berpendidikan lainnya, seringkali muncul dari kubu yang paling merasa tersakiti. Berpisah karena hal-hal wajar—macam sudah tidak cocok lagi—saja sudah terasa menyakitkan, apalagi disebabkan karena teman sendiri atau orang lain. Sesak dan nyerinya tentu sampai di ulu hati. (Jika fenomena ini terus berulang meski tanpa sebab, bisa jadi Anda mengidap maag akut, dispepsia, atau gejala sakit jantung.)
Kali ini, saya mencoba membuat daftar lagu yang bisa menjadi peringatan dini bagi Anda. Jika pasangan mulai sering mendengarkan salah satu lagu yang ada di daftar ini, segera ambil tindakan preventif. Inspirasi bisa datang dari mana saja, termasuk lewat lagu. Waspada akan bahaya laten selingkuh atau ditikung itu perlu, sebab kedua hal tersebut bisa terjadi bukan hanya karena ada niat—tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah, waspadalah.
7. “Segitiga” — Cokelat, Segitiga (2003)
Bagian terbaik: “Kita lambat berjumpa/kau telah berdua/ku tak berdaya.”
Adalah sebuah kesalahan besar, jika menganggap Cokelat hanyalah “Bendera” dan “Karma” semata. Menurut saya, Cokelat adalah salah satu dari sedikit band Indonesia dengan vokalis wanita—yang cukup sukses di lajur mainstream, dan menelurkan hit-hit memorable. “Segitiga” adalah salah satu hit Cokelat pada 2003, yang diambil dari album dengan judul yang sama. Di album Segitiga, untuk kali pertama Ernest Fardiyan Sjarif diperkenalkan sebagai personel tetap. Sebelumnya, adik dari personel Cokelat lainnya, Edwin Marshal Sjarif, ini dikenal sebagai additional player dan juga merangkap sebagai teknisi gitar Cokelat.
Kehadiran Ernest, mengubah warna musik Cokelat menjadi lebih segar. Corak distorsi di album ini menjadi lebih kentara, dan porsi sahut-sahutan antara Edwin-Ernest terdengar pas. Tengok saja pada lagu “Segitiga”; tandem lead gitar Edwin dan kocokan palm-muting Ernest, nampak menyatu dengan karakter vokal Kikan yang khas—atau kalau mau jujur, sangat Dolores O'Riordan-esque.
Dari segi lirik, “Segitiga” ini seperti menggambarkan curahan hati seorang wanita idaman lain. Cokelat seakan ingin memberi pesan: kalau jadi selingkuhan, baiknya tahu diri. Ndak usah ngarep banyak. Kalau nanti-nanti dicampakkan atau dinomorsekiankan, ya resiko. Pokoknya pahit.
Ngomong-ngomong, “Segitiga” ini bukan satu-satunya lagu Cokelat yang bertemakan nikung ataupun selingkuh. Cokelat masih punya “Dilema” atau “Saat Jarak Memisahkan”, yang sama-sama bisa mengilhami kita semua untuk mencoba hal-tabu-tetapi-nagih itu. Yang penting hati-hati saja, sebab Cokelat juga sudah memperingatkan bahaya selingkuh lewat hit yang melambungkan namanya: “Karma”.
6. “Mungkinkah Terjadi” — Freddy Hitipeuw, Mungkinkah Terjadi (1985)
Bagian terbaik: “Kau ada yang memiliki/aku ada yang memiliki/walau kita masih saling menyayangi.”
Meski mencapai puncak ketenaran saat digarap ulang oleh Trie Utami dan Utha Likumahuwa pada 1996, “Mungkinkah Terjadi” versi asli—yang dibawakan oleh Freddy Hitipeuw—tetap memiliki tempat di hati penggemarnya. Jika versi garap ulangnya kental dengan nuansa jazzy dan ketukan elektrik-drum ala awal ’90-an, maka versi aslinya jauh lebih sederhana. Denting piano dan iringan flute yang menjadi instrumen terpenting, menguatkan kesan nggrantes yang dibawakan oleh Freddy Hitipeuw. Dalam lagu yang melibatkan Youngky Suwarno sebagai music director ini, pendengarnya diajak untuk menyertakan logika jika sedang berangan-angan—apalagi sedang dalam posisi sama-sama memiliki pasangan. Ajakan itu terpampang jelas dalam lirik “Manakah mungkin ku dapat/manakah mungkin kau dapat/terpadu cinta kita berdua.”
5. “Cinta Kau dan Dia” — Ahmad Band, Ideologi, Sikap, Otak (1998)
Bagian terbaik: “Memang salahku yang tak pernah bisa/meninggalkan dirinya/'tuk bersama kamu.”
Tak peduli betapa busuknya Ahmad Dhani sekarang, bagi saya—pada masanya—dia pernah menjelma menjadi seorang jenius untuk urusan mencipta lagu. Kesampingkan dulu tudingan Queen-esque yang semakin menjadi-jadi pasca Once masuk menggantikan Ari Lasso di Dewa, saya sedang tidak membicarakan band yang itu. Yang ingin saya bicarakan, adalah proyek Ahmad Dhani yang lain, yaitu Ahmad Band. Digawangi oleh Dhani, Andra, Bongky & Pay (eks-Slank), Bimo (eks-Netral), rasanya tidak berlebihan jika menyebut band ini sebagai supergrup yang menjanjikan musik kualitas wahid. Apalagi, ada nama-nama lain yang turut berperan dalam pembuatan album Ideologi, Sikap, Otak ini; antara lain Bagus Netral, Once, Tere, dan sang isteri—yang kini telah menjadi mantan—Maia Estianti. Sungguh mentereng.*
(n.b: jika menilik sampul albumnya, agak sulit jika memaksakan label ‘supergrup’ pada band ini. Menurut hemat saya, proyek ini lebih layak disebut proyek solo Dhani—tapi dibantu musisi lain yang kebetulan punya nama besar. Ahmad Dhani & Friends, Ahmad Dhani & The Other Musicians, Ahmad Dhani feat Andra, Bongky, Pay, Bimo. You name it.)
Lain lagi dengan kehilangan kekasih. Kehilangan kekasih yang saya maksud di sini, tentu bukan ‘kehilangan’ berdasarkan arti leksikal lho ya. Bukan ‘kehilangan’ macam: sedang makan berdua, kemudian dia pamit pergi ke toilet dan mak jegagik hilang begitu saja—karena diculik Mas-Mas berjaket kulit yang naik mobil Espass seperti adegan ftv di siang hari. Bukan yang seperti itu. Yang saya maksut ‘kehilangan’ di sini, tentu saja ihwal perpisahan. Baik terpisah secara baik-baik—yang sudah pasti tidak mungkin ada—atau pisah secara terpaksa, karena campur tangan oknum-oknum yang tidak diinginkan.
Musabab perpisahan yang terakhir, tentu tidak menghasilkan suasana yang baik-baik saja. Sumpah serapah, ancaman, doa-doa buruk, hingga pelbagai tindakan tidak berpendidikan lainnya, seringkali muncul dari kubu yang paling merasa tersakiti. Berpisah karena hal-hal wajar—macam sudah tidak cocok lagi—saja sudah terasa menyakitkan, apalagi disebabkan karena teman sendiri atau orang lain. Sesak dan nyerinya tentu sampai di ulu hati. (Jika fenomena ini terus berulang meski tanpa sebab, bisa jadi Anda mengidap maag akut, dispepsia, atau gejala sakit jantung.)
Kali ini, saya mencoba membuat daftar lagu yang bisa menjadi peringatan dini bagi Anda. Jika pasangan mulai sering mendengarkan salah satu lagu yang ada di daftar ini, segera ambil tindakan preventif. Inspirasi bisa datang dari mana saja, termasuk lewat lagu. Waspada akan bahaya laten selingkuh atau ditikung itu perlu, sebab kedua hal tersebut bisa terjadi bukan hanya karena ada niat—tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah, waspadalah.
7. “Segitiga” — Cokelat, Segitiga (2003)
Bagian terbaik: “Kita lambat berjumpa/kau telah berdua/ku tak berdaya.”
Adalah sebuah kesalahan besar, jika menganggap Cokelat hanyalah “Bendera” dan “Karma” semata. Menurut saya, Cokelat adalah salah satu dari sedikit band Indonesia dengan vokalis wanita—yang cukup sukses di lajur mainstream, dan menelurkan hit-hit memorable. “Segitiga” adalah salah satu hit Cokelat pada 2003, yang diambil dari album dengan judul yang sama. Di album Segitiga, untuk kali pertama Ernest Fardiyan Sjarif diperkenalkan sebagai personel tetap. Sebelumnya, adik dari personel Cokelat lainnya, Edwin Marshal Sjarif, ini dikenal sebagai additional player dan juga merangkap sebagai teknisi gitar Cokelat.
Kehadiran Ernest, mengubah warna musik Cokelat menjadi lebih segar. Corak distorsi di album ini menjadi lebih kentara, dan porsi sahut-sahutan antara Edwin-Ernest terdengar pas. Tengok saja pada lagu “Segitiga”; tandem lead gitar Edwin dan kocokan palm-muting Ernest, nampak menyatu dengan karakter vokal Kikan yang khas—atau kalau mau jujur, sangat Dolores O'Riordan-esque.
Dari segi lirik, “Segitiga” ini seperti menggambarkan curahan hati seorang wanita idaman lain. Cokelat seakan ingin memberi pesan: kalau jadi selingkuhan, baiknya tahu diri. Ndak usah ngarep banyak. Kalau nanti-nanti dicampakkan atau dinomorsekiankan, ya resiko. Pokoknya pahit.
Ngomong-ngomong, “Segitiga” ini bukan satu-satunya lagu Cokelat yang bertemakan nikung ataupun selingkuh. Cokelat masih punya “Dilema” atau “Saat Jarak Memisahkan”, yang sama-sama bisa mengilhami kita semua untuk mencoba hal-tabu-tetapi-nagih itu. Yang penting hati-hati saja, sebab Cokelat juga sudah memperingatkan bahaya selingkuh lewat hit yang melambungkan namanya: “Karma”.
6. “Mungkinkah Terjadi” — Freddy Hitipeuw, Mungkinkah Terjadi (1985)
Bagian terbaik: “Kau ada yang memiliki/aku ada yang memiliki/walau kita masih saling menyayangi.”
Meski mencapai puncak ketenaran saat digarap ulang oleh Trie Utami dan Utha Likumahuwa pada 1996, “Mungkinkah Terjadi” versi asli—yang dibawakan oleh Freddy Hitipeuw—tetap memiliki tempat di hati penggemarnya. Jika versi garap ulangnya kental dengan nuansa jazzy dan ketukan elektrik-drum ala awal ’90-an, maka versi aslinya jauh lebih sederhana. Denting piano dan iringan flute yang menjadi instrumen terpenting, menguatkan kesan nggrantes yang dibawakan oleh Freddy Hitipeuw. Dalam lagu yang melibatkan Youngky Suwarno sebagai music director ini, pendengarnya diajak untuk menyertakan logika jika sedang berangan-angan—apalagi sedang dalam posisi sama-sama memiliki pasangan. Ajakan itu terpampang jelas dalam lirik “Manakah mungkin ku dapat/manakah mungkin kau dapat/terpadu cinta kita berdua.”
5. “Cinta Kau dan Dia” — Ahmad Band, Ideologi, Sikap, Otak (1998)
Bagian terbaik: “Memang salahku yang tak pernah bisa/meninggalkan dirinya/'tuk bersama kamu.”
Tak peduli betapa busuknya Ahmad Dhani sekarang, bagi saya—pada masanya—dia pernah menjelma menjadi seorang jenius untuk urusan mencipta lagu. Kesampingkan dulu tudingan Queen-esque yang semakin menjadi-jadi pasca Once masuk menggantikan Ari Lasso di Dewa, saya sedang tidak membicarakan band yang itu. Yang ingin saya bicarakan, adalah proyek Ahmad Dhani yang lain, yaitu Ahmad Band. Digawangi oleh Dhani, Andra, Bongky & Pay (eks-Slank), Bimo (eks-Netral), rasanya tidak berlebihan jika menyebut band ini sebagai supergrup yang menjanjikan musik kualitas wahid. Apalagi, ada nama-nama lain yang turut berperan dalam pembuatan album Ideologi, Sikap, Otak ini; antara lain Bagus Netral, Once, Tere, dan sang isteri—yang kini telah menjadi mantan—Maia Estianti. Sungguh mentereng.*
(n.b: jika menilik sampul albumnya, agak sulit jika memaksakan label ‘supergrup’ pada band ini. Menurut hemat saya, proyek ini lebih layak disebut proyek solo Dhani—tapi dibantu musisi lain yang kebetulan punya nama besar. Ahmad Dhani & Friends, Ahmad Dhani & The Other Musicians, Ahmad Dhani feat Andra, Bongky, Pay, Bimo. You name it.)
“Cinta Kau dan Dia” memang bukan nomor terbaik di album ini. Saya lebih menjagokan Distorsi dan Bidadari di Kesunyian, mengingat warna musiknya yang lebih segar dan barisan liriknya yang lebih menohok. Namun sulit dipungkiri, bahwa “Cinta Kau dan Dia” adalah lagu paling catchy dan—setelah sekian tahun—jadi lagu Ahmad Band yang paling tersohor.
Meski dirilis pada 1998, “Cinta Kau dan Dia” diciptakan oleh Dhani bersama eks-vokalis Bima & Romeo, Virgy Megananda, atau lebih akrab disapa Bebi Romeo pada 1992. Dalam sebuah kesempatan, ia mengatakan bahwa lagu ciptaannya ini adalah pionir untuk lagu bertemakan selingkuh dan nikah siri. Saya tidak tertarik untuk mengulik rumah tangga orang lain, tapi jujur saja, sulit untuk tidak mengaitkan perjalanan cinta Dhani dengan lirik yang pernah dibuatnya. Simak saja penggalan lirik berikut:
“...sekali lagi maafkanlah/karena aku/cinta kau dan dia. Maafkanlah/’ku tak bisa/tinggalkan dirinya.”Maafkanlah Dhani, oh Mamah Maia, oh Tante Mulan.
4. “Sephia” – Sheila on 7, Kisah Klasik Untuk Masa Depan (2000)
Bagian terbaik: “Kekasih sejatimu takkan pernah sanggup untuk melupakanmu.”
Saya pertama kali mendengar ‘kekasih gelap’, ya dari lagu ini. Bukan bermaksud rasis, tapi dulu saya mengira definisi kekasih gelap itu kekasih yang berkulit hitam. Sumpah, yen kelingan dadi isin dewe. Entah hanya saya yang kelewat pekok, atau mungkin ada anak SD lain yang waktu itu—dengan suka-suka—menangkap makna yang sama. Beberapa tahun setelahnya, saya baru tahu kalau definisi ‘kekasih gelap’ itu ternyata selingkuhan. Oalah.
Menurut saya, “Sephia” ini menginspirasi kepada para pelaku selingkuh untuk menjadi sosok yang lebih arif dan bijaksana; jangan hanya mau enaknya saja. Mbajing ning bijak lan wangun. Duta memberi contoh, bagaimana memberi batasan kepada kekasih gelap lewat pendekatan yang sentimental namun terasa tegas.
Disuruh melupakan, tapi diberi wejangan.
3. “Salah” — Potret, Potret II (1997)
Bagian terbaik: “Ku cinta kamu/bukan berarti ku tak mendua.”
Jika Anda merasa kecewa dengan penampilan Melly Goeslaw yang berusaha keras menjadi Björk dengan citrasa lokal, atau campur tangan Melly dalam kuintet lawak-elektronik bertajuk BBB, percayalah, Anda tidak sendiri. Karena yang tertanam kuat di dalam benak saya—tentang Melly selama ini—adalah sosok enerjik yang menjadi magis terkuat dalam trio alternative-rock asal Ibukota, Potret.
Menulis hampir semua lagu di album Potret—termasuk hit “Terbujuk”, “Angan-Angan Cinta”, “Mak Comblang”, “Diam”, “Bagaikan Langit” dan anthem hari Ibu, “Bunda”—adalah salah satu bukti sahih, bahwa bukan tanpa alasan banyak orang memuji Melly setinggi langit pada masanya.
“Salah” adalah single pertama yang diambil dari album kedua Potret, Potret II. Lagu ini dibuka dengan ketukan drum Aksan Sjuman yang—jujur—biasa saja, tapi kemudian disambut dengan vokal centil Melly yang mengubah keseluruhan lagu menjadi luar biasa. Saya ingat, pembawaan Melly di video klip lagu ini sangat menthel sekali, cocok betul dengan keseluruhan lirik “Salah”. Lirik “Salah” memang bukan bercerita tentang keluh kesah korban selingkuh, melainkan pelaku selingkuh yang juga masa bodoh ketika mengetahui kalau sang kekasih juga berselingkuh. Selingkuh-ception.
Ketika sang lelaki belagak perlente dan merasa menjadi bad-boy seutuhnya—karena menyelingkuhi pasangannya, sang wanita kemudian menyeruak muncul beserta fakta yang tidak kalah mencengangkan:
Bagian terbaik: “Kekasih sejatimu takkan pernah sanggup untuk melupakanmu.”
Saya pertama kali mendengar ‘kekasih gelap’, ya dari lagu ini. Bukan bermaksud rasis, tapi dulu saya mengira definisi kekasih gelap itu kekasih yang berkulit hitam. Sumpah, yen kelingan dadi isin dewe. Entah hanya saya yang kelewat pekok, atau mungkin ada anak SD lain yang waktu itu—dengan suka-suka—menangkap makna yang sama. Beberapa tahun setelahnya, saya baru tahu kalau definisi ‘kekasih gelap’ itu ternyata selingkuhan. Oalah.
Menurut saya, “Sephia” ini menginspirasi kepada para pelaku selingkuh untuk menjadi sosok yang lebih arif dan bijaksana; jangan hanya mau enaknya saja. Mbajing ning bijak lan wangun. Duta memberi contoh, bagaimana memberi batasan kepada kekasih gelap lewat pendekatan yang sentimental namun terasa tegas.
Disuruh melupakan, tapi diberi wejangan.
“selamat tidur kekasih gelapku/semoga cepat kau lupakan aku/kekasih sejatimu takkan pernah sanggup untuk melupakanmu.”Melewati perpisahan, namun tetap mendoakan.
“selamat tinggal kasih tak terungkap/semoga kau lupakan aku cepat.”Mungkin, “Sephia” adalah satu-satunya lagu selingkuh yang bijak. Ia menghantam benteng kemunafikan yang selama ini dianggap tabu untuk dibahas. “Sephia” seakan mengingatkan bahwa tip terbaik untuk jatuh cinta adalah tetap menjadi manusia; berbuat salah, sok suci, dan kemungkinan-kemungkinan tak terduga lainnya.
3. “Salah” — Potret, Potret II (1997)
Bagian terbaik: “Ku cinta kamu/bukan berarti ku tak mendua.”
Jika Anda merasa kecewa dengan penampilan Melly Goeslaw yang berusaha keras menjadi Björk dengan citrasa lokal, atau campur tangan Melly dalam kuintet lawak-elektronik bertajuk BBB, percayalah, Anda tidak sendiri. Karena yang tertanam kuat di dalam benak saya—tentang Melly selama ini—adalah sosok enerjik yang menjadi magis terkuat dalam trio alternative-rock asal Ibukota, Potret.
Menulis hampir semua lagu di album Potret—termasuk hit “Terbujuk”, “Angan-Angan Cinta”, “Mak Comblang”, “Diam”, “Bagaikan Langit” dan anthem hari Ibu, “Bunda”—adalah salah satu bukti sahih, bahwa bukan tanpa alasan banyak orang memuji Melly setinggi langit pada masanya.
“Salah” adalah single pertama yang diambil dari album kedua Potret, Potret II. Lagu ini dibuka dengan ketukan drum Aksan Sjuman yang—jujur—biasa saja, tapi kemudian disambut dengan vokal centil Melly yang mengubah keseluruhan lagu menjadi luar biasa. Saya ingat, pembawaan Melly di video klip lagu ini sangat menthel sekali, cocok betul dengan keseluruhan lirik “Salah”. Lirik “Salah” memang bukan bercerita tentang keluh kesah korban selingkuh, melainkan pelaku selingkuh yang juga masa bodoh ketika mengetahui kalau sang kekasih juga berselingkuh. Selingkuh-ception.
Ketika sang lelaki belagak perlente dan merasa menjadi bad-boy seutuhnya—karena menyelingkuhi pasangannya, sang wanita kemudian menyeruak muncul beserta fakta yang tidak kalah mencengangkan:
"selama ini aku pun mendua/tapi kau tak tahu Sayang/pikirmu kau yang menyakitiku/bukan bukan kamu Sayang.”Modharo.
2. “Sobat” — Padi, Lain Dunia (1999)
Bagian terbaik: “Kutahu dia milikmu tercinta/sebagai kembang yang kau pilih/namun hatiku hatinya/mengisyaratkan rasa.”
Rasanya, muskil untuk tidak menyertakan “Sobat” ke dalam daftar yang saya buat kali ini. Saya yakin, belum ada anthem nikung teman seepik dan semegah “Sobat” hingga tulisan ini dimuat. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, merebut kekasih orang lain saja pantang bukan kepalang, apalagi kekasih teman sendiri. Konon, Allah telah menyiapkan sepetak lahan khusus para penikung teman di neraka Jahanam nanti. Wallahu a'lam bi shawab.
Terlepas dari itu, “Sobat” memang memiliki pelbagai alasan untuk disebut sebagai salah satu mahakarya arek-arek Suroboyo ini. “Sobat” pertama kali diperdengarkan secara luas lewat kompilasi legendaris Indie Ten (1998) yang menjadi embrio band-band tenar macam Wong, Caffeine, hingga Cokelat. Setahun kemudian, Padi kembali menyertakan lagu ini dalam album debutnya yang bertajuk Lain Dunia—dan berhasil terjual sebanyak 800 ribu kopi. Meski mengantarkan Padi menuju gerbang kesuksesan, yang menarik, “Sobat” justru sempat membuat Padi ditolak di beberapa perusahaan rekaman besar macam Aquarius dan RIS Music. Namun, “Sobat” justru menjadi daya tarik bagi Sony BMG, hingga akhirnya tawaran kontrak sebanyak 4 album pun disepakati. Sebagai pengganti “Sobat” yang sudah kepalang dikenal banyak orang sebagai nomor andalan, Padi kemudian memilih “Demi Cinta” sebagai amunisi utama mereka di album Lain Dunia.
Saya pribadi, punya kenangan menarik mengenai lagu ini. Bukan karena ditikung teman, amit-amit. Tapi karena, “Sobat” selalu saya temui kalau ikut serta di festival band semasa SMP. Waktu itu, band yang membawakan “Sobat” hampir dipastikan sudah mengamankan pos best-guitar, sedangkan pos best-player selalu disabet oleh band yang membawakan “Superfunk”. Kunci suksesnya selalu begitu, dan terus berulang sampai vokal Krisyanto Jamrud tidak serak dan manggung tidak pakai kupluk plus kacamata hitam lagi.
Dari segi lirik, saya rasa “Sobat” mampu menghasilkan efek sesak dan cengang hingga skala maksimal. Mungkin, lirik ini bisa mengilhami kita semua agar tidak sembarangan mengenalkan pasangan ke kawan dekat; sebab syahwat tak terbatas sekat, juga tak mengenal adat.
“Setelah perkenalan itu/aku terhanyut/aku sebenar-benarnya tak kuasa /mendambakannya/ merindukannya.”1. “Kala Cinta Menggoda” — Chrisye, Kala Cinta Menggoda (1997)
Bagian terbaik: “Memang serba salah rasanya/tertusuk panah cinta/apalagi aku juga ada pemiliknya.”
Ah, salah satu karya sang maestro yang jadi favorit saya. Lagu asmara dengan citarasa Indonesia. Tidak heran, karena lagu ini digarap Chrisye bersama kawan lamanya—yang dikenal kaya akan khazanah musik nusantara, Guruh Soekarnoputera. Lewat intro-nya saja, “Kala Cinta Menggoda” memiliki semua alasan untuk membuat orang jatuh cinta: iringan cuk/ukulele yang dikawinkan dengan kocokan gitar bernuansa funk, kemudian ditutup dengan ketukan gendang dan lantunan flute bernada pentatonik yang cantik. Kelewat indah, kalau tak boleh dibilang sempurna.
Selain itu, vokal Waldjinah yang mengiringi lagu ini dengan tembang Jawa bertajuk “Wuyung” juga membuat “Kala Cinta Menggoda” makin apik. “Wuyung” adalah senandung lagu cinta yang biasa dinyanyikan dalam pertunjukan keroncong di tanah Jawa. Liriknya bercerita tentang kebiasaan seseorang ketika sedang jatuh cinta.
“Laraning lara/ora kaya wong kang nandhang wuyung/mangan ra doyan/ra jenak dolan nèng omah bingung.”Bagi saya, sisipan ini seakan melengkapi lirik “Kala Cinta Menggoda” yang juga bercerita tentang gejala jatuh cinta. Hanya saja, asmaranya disematkan kepada orang yang sudah memiliki pasangan—dan dirinya sendiri pun sudah memiliki pasangan. Komitmen, apa itu komitmen?
Chrisye sendiri panen penghargaan berkat lagu ini. Ia diganjar sebagai Penyanyi Pop Pria Terbaik, Penyanyi Rekaman Terbaik, Perancang Grafis Terbaik, setahun setelah waktu rilisnya. Sedangkan album Kala Cinta Menggoda menyabet gelar Album Terbaik dan Produser Terbaik versi AMI. Tidak ketinggalan, video klip “Kala Cinta Menggoda” yang disutradarai oleh Dimas Djayadiningrat ini juga berhasil memperoleh gelar Asia Viewer's Choice Award dari MTV.
Hikmah yang dipetik: carilah pasangan, kemudian jatuh cintalah kepada seseorang yang juga memiliki pasangan, kemudian jadikanlah inspirasi lagu. Niscaya kalian akan panen penghargaan—atau panen hujatan dan luka-memar di mana-mana, karena dicap sebagai pribadi yang tidak tahu diri.
Unless you’re Chrisye.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar