No Totti, No Party |
Pjanic
datang memotong bola dari Consigli, yang sejatinya ditujukan kepada rekan
setimnya di depan kotak penalti. Dengan cepat, penyihir dari Bosnia itu memberikan
umpan dengan sekali sentuhan kepada Totti yang berada tepat di depannya.
Berdiri bebas, Kaisar Roma itu sedikit memutar badan dan langsung melakukan
sontekan mendatar dengan kaki kanannya. Bola itu mengecoh Consigli yang
terlanjur mati langkah, dan tidak bisa menjangkau bola pelan dengan tangan
kanannya.
Gol.
Laga
memang berakhir imbang 2-2, setelah Sassuolo mencetak gol balasan lewat
Politano, dan dibalas lima menit kemudian oleh Mohamed Salah. Roma hanya bisa
meraih satu poin di kandang sendiri, tapi lebih dari itu, mereka punya satu
momen yang pantas untuk dirayakan.
Adalah
pencapaian 300 gol milik Totti, yang pantas membuat publik Olimpico berada
dalam gegap gempita. Di usianya yang ke-38, ia masih bisa mencetak gol dan
membuat semua mata dunia tertuju kepadanya. 23 musim mengabdi untuk Roma, ia
sudah menorehkan 300 gol dan 187 assists dari
745 laga, lima gelar kolektif, belasan gelar individu, dan ratusan memori indah
di tiap sudut kota Roma. Secara raihan trofi kolektif, ia bahkan kalah
dibandingkan Paduka Padoin atau Baginda Muntari, tapi dedikasi yang ia buat
selama 23 musim dalam satu seragam, adalah pencapaian dalam level lain yang
muskil dibuat oleh sembarang pemain.
Menarik
perhatian Roma sejak masih berusia 10 tahun, Totti bisa saja menjadi ikon rival
sekota—setelah Lazio juga mengajukan tawaran bermain kepada dirinya. Namun
Totti kala itu memilih Roma, dan menjadi sesuatu yang tidak akan ia sesali di
sepanjang hidupnya. Tiga musim membela Roma Primavera, gayung pun bersambut,
Roma kemudian dipanggil ke skuat senior dan melakukan debut melawan Brescia
pada 1993, atau saat masih berusia 16 tahun. Empat tahun berselang, ia kemudian
ditunjuk sebagai kapten, sekaligus tercatat sebagai kapten termuda dalam sejarah
klub. Sejak saat itu, Totti dinahbiskan sebagai Pangeran Roma, dan seperti yang
kita tahu, sisanya adalah sejarah.
Ia baru
sekali merasakan gelar juara Serie-A, tapi melihat bagaimana performanya bisa menimbulkan
debat tak berujung mengenai pemain nomor 10 terbaik sepanjang masa—di mana ada
nama-nama sarat gelar seperti Del Piero, Maradona, Totti, Platini, Ronaldinho, Pele,
Eusebio, Hagi di dalamnya—adalah bukti, bagaimana Totti memiliki magis yang
membuat dirinya disebut sebagai salah satu playmaker
terbaik pada masanya.
Selain torehan
gol dalam jumlah yang tidak wajar itu, Totti juga selalu dikenang akan
selebrasinya ketika berhasil menjebol gawang lawan. Ia biasa menyisipkan pesan
khusus di kaus yang ia kenakan, dan beberapa di antaranya benar-benar ikonik.
Mulai dari sindirannya kepada sang rival abadi saat menjebol gawang Lazio di
musim 98/99, pesan khusus untuk sang istri ketika melahirkan anak perempuannya,
hingga pesan politknya untuk mendukung pembebasan Giuliana Sgrana yang diculik
di Irak pada 2005 silam. Dan tentu saja, selebrasi selfie yang termasyhur itu pada Derby della Capitale di awal 2015
silam.
Kini,
Totti hidup dalam genangan rekor. Semua rekor yang berbau gol dan banyaknya
penampilan ketika berkostum Roma di semua kompetisi, kini menjadi milik Totti.
Di Italia, ia kini menjadi pencetak gol terbanyak kedua sepanjang sejarah (244)
di bawah Silvio Piola yang mencatatkan raihan 274 gol. Ia menjadi pemain
keempat dengan jumlah penampilan terbanyak di Serie-A (590), di bawah Maldini,
Zanetti, dan Pagliuca.
Melihat
selisih gol dan penampilan yang ia miliki, rasanya muskil untuk melihat Totti
melampaui pencapaian nama-nama di atas. Kini ia berada dalam usia senja, yang
mungkin bagi pemain lain, adalah usia yang tepat untuk mencoba peruntungan di
Amerika, Tiongkok, atau negeri kaya minyak di semenanjung Arab. Di usianya yang
tak lagi muda, Totti memang masih memiliki daya untuk memberikan kejutan di
atas lapangan, atau menjadi figur penting di ruang ganti, tapi jelas ia tidak
bisa dijadikan satu-satunya tumpuan untuk meraih gelontoran hasil positif bagi
skuat Rudi Garcia.
Musim
ini, lampu sorot di Roma besar kemungkinan akan tertuju pada Dzeko, Salah, atau
Pjanic, dan Totti akan sering berada di bangku cadangan untuk menyaksikan
‘kekasihnya’ bertanding di atas lapangan. Mungkin akan terasa berat bagi Totti,
tapi jelas ia akan selalu mendukung apapun yang terbaik bagi klubnya. 23 tahun
mengenal Roma, Totti tentu paham betul bahwa apapun yang bisa membuat timnya
melaju lebih kencang, akan mendapat dukungan penuh dari dirinya—meski itu juga
berarti, meninggalkan Totti sebagai komando utamanya.
Perjalanan
karir Totti di Roma kini sedang berada pada fase senja. Setelah menyaksikan
arunika, dan melewati panas terik pada masa-masa sulit selama berkostum
kuning-merah, kini saatnya Totti menikmati sisa-sisa keindahan Roma hingga
nanti masa tenangnya—sebagai pemain—telah tiba. Gelar juara dan raihan trofi di
akhir musim ini, atau musim depan, atau musim depannya lagi, tentu akan menjadi
penutup sempurna untuk perjalanan karir Il
Bimbo d’Oro. Tapi jika tidak, sepertinya Totti tak terlalu peduli.
Apa yang ia lewatkan selama ini bersama Roma, adalah hadiah terbaik untuk hidupnya. Dua dekade mengabdi, tak sedikitpun Totti menunjukkan gelagat ingin pindah ke lain hati. Gelontoran trofi bisa saja datang andai Totti bersedia hijrah ke klub yang lebih besar, tapi bicara soal kesetiaan adalah pencapaian lain yang berada di level tertinggi. Dan kini di usia 38 tahun, ia masih (selalu) siap untuk melakukan selebrasi isap jempol ketika diberi kesempatan bermain. Apa yang dicapai Totti, mungkin persis seperti ucapan Sapardi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar