Selasa, 08 Oktober 2013

Yovie Widianto: Tiga Dekade Tak Tergantikan


"Kangmas aku cinta beneran, pasti kan kubuktikan" - Ayang Raisa

Live Review: Yovie Widianto & His Friends - Irreplaceable
24 September 2013, Jakarta Convention Centre, Jakarta



Pembuktian dari sang maestro, Yovie Widianto, bahwa bukan tanpa alasan ia dinobatkan sebagai salah satu komposer terbaik dalam negeri.

tulisan ini juga tayang di sini


“Bos, masih ada tiket sisa ga?”  berulang kali terdengar dari puluhan calo tiket yang berada di sekitar Jakarta Convention Centre (JCC). Setiap pengunjung yang baru sampai di pintu masuk, seakan terlihat seperti artis yang sedang menghindari rentetan pertanyaan dari infotainment, karena berulang kali melambaikan tangan sebagai isyarat ‘tidak’ —kepada para calo, tanpa mengucap sepatah katapun.



Selasa 24 September lalu, memang menjadi hari yang spesial bagi JCC; seorang jenius musik yang pernah mengawali karirnya di tempat ini 30 tahun silam, kini kembali tampil untuk menggelar konser tunggalnya. Ya, Yovie Widianto adalah sosok yang paling bertanggungjawab atas penuh-sesaknya JCC malam itu. Lewat konser tunggalnya yang bertajuk Yovie Widianto & His Friends: Irreplaceable, Yovie berhasil menjual ludes 3.700 tiket yang sudah disiapkan oleh Berlian Entertainment selaku promotor.



Padahal tiket ini tidak dibanderol dengan harga murah —untuk ukuran harga tiket konser lokal. Untuk harga tiket paling murah saja, dipatok seharga RP. 400 ribu, dan harga tiket termahal mencapai harga Rp. 3,5 juta.  Ludesnya tiket konser lokal —sekalipun dibanderol dengan harga mahal ini juga membuktikan, bahwa penikmat musik Indonesia kini tak segan untuk ‘berkorban’ demi suguhan musik yang memang benar-benar berkualitas.



Namun sekalipun bertajuk konser tunggal, acara ini juga dimeriahkan oleh sederet nama besar yang memang ditugaskan untuk membawakan lagu ciptaan Yovie Widianto. Sebut saja: Kahitna, Dikta (Yovi & The Nuno), Raisa, Andien, Marcell Siahaan, Rio Febrian, RAN, Alexa dan 5 Romeo. Yovie juga turut serta mengundang violis The Corrs, Sharon Corr dan penyanyi kenamaan asal Australia, Rick Price.



Konser ini dibuka dengan kata sambutan yang dibacakan oleh seorang pembawa acara misterius, yang membuat para pengunjung berulang kali mengguman “Eh, ini siapa sih?” saat ia membacakan catatan perjalanan karir Yovie Widianto. Saat mengucapkan salam penutup, akhirnya sang pembawa acara menyebutkan namanya, “Terima kasih, saya Alexandra Asmasoebrata,” dan sontak membuat seisi JCC berteriak “Ooooh…” secara bersamaan. Maklum saja, Alexandra yang selama ini dikenal jarang menunjukkan sisi feminimnya —karena selalu terlihat dalam balutan kostum balap, malam itu terlihat sangat anggun dan berbeda.



5Romeo yang didapuk sebagai penampil pertama, langsung membuka konser dengan nomor “Merindu Lagi” yang dibawakan dengan nuansa swing. Tampil setelahnya, Mario Ginanjar membawakan lagu “Terlalu Cinta” karangan Yovie yang dibawakan oleh Rossa. Sayang, masalah tata suara langsung kentara di dua lagu pertama. Suara yang muncul dari pengeras suara, berulang kali terdengar kelewat keras, pecah dan menimbulkan feedback bising. Namun beruntung, penonton yang mengernyitkan alis dan dahi karena hal ini hanyalah minoritas. Karena sebagian besar sisanya, mereka tak peduli. Hal ini nampak jelas, dari jumlah mereka yang tetap bernyanyi walaupun suara penampilnya terbenam dalam bisingnya feedback dari pengeras suara.



Tampil setelahnya, Marcell, membawakan lagu “Peri Cintaku”. Selain karena kepala plontosnya yang berulang kali terkena sorot lampu, pembawaan dan karakter vokal Marcell malam itu benar-benar terlihat gemerlap. Bagaimana tidak, ia berhasil membuat seisi JEC melantunkan lirik “aku untuk kamu / kamu untuk aku / namun semua apa mungkin / iman kita yang berbeda” sebelum menghentikan musik dari band pengiring, dan mempersilakan penonton melanjutkan koor sembari merenungi pahitnya perbedaan dengan menyanyikan “Tuhan memang satu / kita yang tak sama”.



Delegasi internasional yang didapuk sebagai penampil: Sharon Corr dan Rick Price, malah penampilannya terkesan ‘tenggelam’ dibanding penyanyi lokal. Tak begitu banyak penonton yang ikut bernyanyi, bahkan tatkala mereka membawakan hit masing-masing, seperti “Radio” (The Corrs) dan —tentu saja “Heaven Knows”. Hal ini tentu berbanding terbalik, dengan animo penonton yang selalu bernyanyi ketika para penampil membawakan lagu milik Yovie.



Sepanjang konser, penonton —baik yang berada di kelas festival, tribun, VIP memang tak pernah berhenti bernyanyi. Mario Ginanjar berkelakar, bahwa semua penonton yang turut bernyanyi ini nampaknya pernah mengalami kisah cinta seperti yang ada di setiap lagu gubahan Yovie. Kalau dilihat dari mereka turut bernyanyi; mulai dari sepasang kekasih yang masih duduk di bangku sekolah, sampai pasangan suami-istri yang sudah diberi momongan, nampaknya hal ini memang benar adanya. Rasanya tak berlebihan, jika lagu-lagu Yovie Widianto selalu terdengar cocok sebagai theme song di setiap frase percintaan seseorang: mulai dari saat jatuh cinta, menjalin hubungan, ingin naik pelaminan, putus cinta, atau bahkan saat selingkuh. Tapi hebatnya, musiknya tak pernah terdengar terlalu lirih dan cengeng, namun tetap menonjolkan sisi romantis.



Selain terus bernyanyi, malam itu penonton juga dibuat terus tertawa. Aksi-aksi spontan serta celetukan dari para pengisi acara, juga menjadi nilai lebih tersendiri dalam gelaran kali ini. Hedi Yunus-Rio Febrian-Mario Ginanjar, nampaknya menemukan bakat tersembunyi lainnya selain menyanyi: merangkap sebagai pembawa acara. Malam itu mereka sukses ‘mengerjai’ Yovie, dengan memberikan tantangan: membuat sebuah lagu dadakan, berdasarkan dari tiga lirik acak yang diberikan oleh penonton; “Janda” —diserukan oleh Titi DJ dari bangku penonton, “Sakit”, dan “Melayang”.



Sebagai penutup, trio Kahitna (Hedi-Mario-Carlo) membawakan hit mereka di 1996, “Cantik”, dengan sisipan tap-dance di tengah lagu. Dan di penghujung acara, seluruh penampil kembali naik ke atas panggung, untuk membawakan medley “Juwita” – “Lebih Dekat Denganmu” – “ Kemenangan Hati”, sebelumnya memberikan puja-puji setinggi mungkin kepada sang empunya hajatan, Yovie Widianto.



Malam itu Yovie membuktikan, bahwa di balik sosoknya yang terlihat kalem dan bersahaja, ia adalah seorang musisi berbahaya yang dianugerahi talenta musik luar biasa. Yovie selama ini menjadi jenius dengan caranya sendiri, dan formula ini berhasil menempatkannya dalan jajaran maestro terbaik dalam negeri selama tiga dekade.